TASAWUF DI INDONESIA DAN TOKOHNYA MAKALAH
TASAWUF
DI INDONESIA DAN TOKOHNYA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlaq
Tasawuf
yang di ampu oleh Bapak Moch.Cholid Wardi, M. H. I.
Oleh :
KELOMPOK
8
1.
Hurrin Ainin
2.
Nurun Najwa
3.
Indriyani
4.
Yuliatin
5.
Qoriatul
Ainiyah
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PAMEKASAN
2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.
Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil
‘alamin,
Dengan
menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
Akhlaq Tasawuf mengenai TASAWUF DI
INDONESIA DAN TOKOHNYA.
Makalah
Akhlak Tasawuf ini sudah selesai kami susun yang mungkin sudah dengan maksimal,
dengan bantuan pertolongan dari berbagai buku referensi.
Terlepas
dari semua itu, Kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata sempurna
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari
pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah Akhlak Tasawuf sehingga
menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir
kata dari kami semoga makalah Akhlaq
Tasawuf tentang TASAWUF DI INDONESIA DAN TOKOHNYA ini bisa memberi manfaat
ataupun inspirasi pada pembaca.
Terimakasih.
Wassalamualaikum.
Wr. Wb.
Pamekasan,
21 November 2017
KELOMPOK VIII
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR..........................................................................................................
i
DAFTAR
ISI.........................................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN...................................................................................................
1
A. Latar
Belakang...........................................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah......................................................................................................
1
C. Tujuan........................................................................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN.....................................................................................................
2
A. Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia...........................................................
2
B. Aliran Tasawuf di Indonesia.....................................................................................
3
C. Tokoh-Tokoh Tasawuf di Indonesia..........................................................................
4
D. Pengaruh dan Pengalaman Tasawuf di
Indonesia.....................................................
6
BAB III PENUTUP.............................................................................................................
8
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 8
B. Saran ......................................................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................................................
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan-perkembangan
tasawuf di Indonesia erat kaitanya dengan budaya- budaya bangsa Indonesia
yang bersifat mistik, tasawuf dapat berkembang secara cepat dalam
persebarannya. Tasawuf merupakan bagian dari metode penyebaran ajaran Islam
yang sangat mempunyai kemiripan dalam metode pendekatan-pendekatan agama
Hindu-Budha yang merupakan sistem keagamaan masyarakat Indonesia sebelum Islam.
Kemiripan dalam metode pendekatan dengan latihan kerohanian, inilah yang
kemudian mempermudah berkembangnya tasawuf di Indonesia. Tasawuf merupakan alat
dari salah satu persebaran islam di Indonesia.Hal tersebut disebabkan karena
sebagian besar penyebaran islam di nusantara merupakan jasa para sufi.
B. Rumusan
Masalah
·
Bagaimana
sejarah perkembangan tasawuf di Indonesia?
·
Bagaimana
aliran tasawuf di Indonesia?
·
Siapa
saja tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia?
·
Bagaimana
pengaruh dan pengalaman tasawuf di Indonesia?
C. Tujuan
·
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan tasawuf di Indonesia
·
Untuk
mengetahui aliran tasawuf di Indonesia
·
Untuk
mengetahui tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia
·
Untuk
mengetahui pengaruh dan pengalaman tasawuf di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Perkembangan Tasawuf di Indonesia
Membahas
perkembangan tasawuf di Indonesia, tidak lepas dari pengkajian proses islamisasi
di kawasan ini. Sebab, sebagian besar penyebaran Islam di Nusantara merupakan
jasa para sufi.[1]
Kemunculan
Tasawuf tersebut ada yang beranggapan, bahwa tasawuf muncul dan berkembang
disebabkan adanya beberapa alasan adalah hal yang tidak dapat diingkari. Dalam
perspektif sejarah, tasawuf muncul dan berkembang sebagai akibat dari kondisi
sosio kultur dan politik pada masa rezim pemerintahan kaum ‘Umawi di Damaskus.[2]
Dari
sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang ditulis dalam bahasa
Arab maupun bahasa Melayu, berorientasi sufisme. Di kawasan Sumatra bagian
utara, ada empat sufi terkemuka, antara lain:
1.
Hamzah Fansuri (+ abad 17 M ) yang terkenal dengan karya
tulisnya Asrar Al-‘Arifin dan Syarab Al-‘Asyikin, serta beberapa
kumpulan syair sufistik.
2.
Syamsudin
Pasai penulis kitab JAuhar Al-Haqoriq dan Mirat Al-Qulub. Dia adalah murid dan
pengikut dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan dokritn Wahdat Al-Wujud Ibnu Arabi.
3. Abd Rauf Singkel (w. 1639 M)
merupakan penganut Tarekat Syattariyah, karyanya berjudul Mira’at Ath-Thullab.
4. Nuruddin Ar-Raniri (w. 1644 M)
penulis Bustan As-Salatin.[3]
Keberadaan tasawuf di Nusantara tidak bisa lepas dari
pengkajian proses islamisasi di kawasan ini. Sebab, tidaklah berlebihan kalau
di katakan, bahwa tersebar luasnya islam di Indonesia sebagian besar adalah
karena jasa para sufi. Akan tetapi, belakangan ini sufisme yang melandasi etos
kerja mereka itu, kelihatannya hampir terlupakan, kecuali di kalangan tertentu
saja. Tasawuf menjadi unsur yang cukup
dominan dalam masyarakat pada masa itu. Kenyataan lain dapat pula di tunjuk
bagaimana peranan ulama dalam struktur kekuasaaan kerajaan-kerajaan islam di Aceh
sampai pada masa Wali Sanga di Jawa.
Perkembangan Islam di Jawa untuk selanjutnya, umumnya
digerakkan oleh ulama yang diketahui dan dikenal dengan panggilan Wali Sanga atau Wali Sembilan. Semenjak penyiaran Islam di Jawa diambil alih oleh
kerabat elite keraton, kelihatannya secara pelan terjadi proses akulturasi
sufisme dengan kepercayaan lama dan tradisi lokal, yang berakibat bergesernya
nilai keislaman sufisme karena telah tergantikan oleh model spiritualis non religious. Maka
kehidupan di Indonesia secara berangsur bergeser dari garis lurus yang diletakkan para sufi
terdahulu. Sehingga warna kejawen lebih tampil ke depan ketimbang sufismenya
sendiri.[4]
Semenjak penyiaran Islam di Jawa diambil alih oleh kerabat
elite keraton, secara perlahan-lahan terjadi proses akulturasi sufisme dengan
kepercayaan lama dan tradisi lokal. Karena faktor-faktor internal dan eksternal
tersebut, kehidupan sufisme di Indonesia secara berangsur-angsur bergeser dari
garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu sehingga warna kejawen lebih tampil ke depan daripada
sufismenya.[5]
B. Aliran
Tasawuf di Indonesia
Dalam perkembangan
islam selanjutnya, sistem pendidikan masyarakat peninggalan Hindu dan Budha
diteruskan oleh para penyiar Islam. Proses tranformasi ilmu keislaman dilakukan
secara “sorongan” yang kemudian
meningkat dengan cara “bandongan” dan
”wetonan”. Dari embrio model ini
kemudian bermunculan model pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren dan
tarekat sebagai lembaga tasawuf. Semakin kuatnya pengaruh Mazhab Syafi’i, maka sufisme
yang dipelajari di pesantren adalah tasawuf Sunni
yang bersumber dari tasawuf Al-Ghazali. Terutama bagi yang ingin mendalami
tasawuf dapat memilih diantara dua kemungkinan, yakni apakah tasawuf dilihat
sebagai suatu aspek ilmu yang mandiri ataukah sebagai suatu tarekat yang
melembaga. Apabila pilihan jatuh pada yang pertama, maka mulailah dari tasawuf
akhlak dan meningkat ke tasawuf amali dan
tasawuf falsafi. [6]
C. Tokoh-Tokoh
Tasawuf di Indonesia
1. Hamzah
Al-Fansuri
pemikiran
Al-Fansuri tentang tasawuf banyak di pengaruhi Ibn’ Arabi dalam paham wahda Al-wujud-nya. Diantara ajaran
Al-Fansuri yang lain berkaitan dengan hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya
wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu ini,
ada yang merupakan kulit (madjhar, kenyataan
lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan batin).[7]
2. Nuruddi
Ar-Raniri
Gema
pemikiran Ar-Raniri sampai juga ke daerah nusantara lainnya sehingga
buku-bukunya banyak di pelajari orang. Beliau memang seorang pengarang yang
sangat produktif. Pemikiran-pemikiran tasawuf Nuruddin Ar-Raniri terhadap kaum
sufi yang menganut paham wujudiyah. Nuruddin berkata bahwa ayat itu telah di
tafsirkan oleh kaum wujudiyah secara salah, yaitu bahwa alam atau insane ke luar
dari Allah dan kembali bersatu dengan-Nya.[8]
Meskipun
pemikiran tasawuf Ar-Raniri terkesan sangat luas, tetapi sesungguhnya
pemikirannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut[9]:
-
Tentang
Tuhan
-
Tentang
Alam
-
Tentang
Manusia
-
Tentang
Wujudiyah
-
Tentang
hubungan Syari’at dan Hakikat
3. Syekh
Abdur Rauf As-Sinkili
Syekh Abd.
Rauf Al-Sinkili tetap menolak paham wujudnya yang menganggap adanya penyatuan
antara Tuhan dan hamba. Ajaran inilah yang kemudian dibawa oleh muridnya, Syekh
Abd. Muhyi pemijahan ke Jawa. Pemikiran tasawuf Al-Sinkili dapat dilihat antara
lain pada persoalan untuk merekonsiliasi antara tasawuf dan syari’at.
Al-Sinkili
juga mempunyai pemikiran tentang zikir. Dalam pandangannya, zikir merupakan
suatu usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa.[10]
Ajaran
tasawuf Al-Sinkili yang lain adalah bertalian dengan martabat perwujudan Syekh
Abd. Rauf Al-Sinkili, dalam segi lain sering dipandang sebagai penganjur
Tarekat Syatariyat yang menilai banyak murid di Nusantara. Menurutnya, ada tiga
martabat perwujudan Tuhan. Pertama,
martabat ahadiyyah atau la ta’ayyun, yaitu alam pada waktu itu
masih merupakan hakikat gaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdad atau ta’ayyun awwal, yaitu
sudah tercipta haqiqqt Muhammadiyah yang
potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat
wahdiyyah atau ta’ayyun stani, yaitu disebut juga dengan ‘ayan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta.[11]
Ajaran
Abdul Rauf singkat ialah boleh dikatakan tidak mempunyai paham atau ajaran yang
tersendiri. Dalam masalah keagamaan beliau mengikuti paham Ahlussunnah Walja’ah dan khusus dalam bidang fikih beliau adalah
pengikut Syafi’iyah, sedangkan dalam
tasawuf mengikuti Thariqat Syattariyah dan
paham-paham ini pulalah yang ia sebarkan dalam semua kegiatan dakwahnya.
4. Syekh
Yusuf Al-Makasari
Syekh
Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak asumsi dasar bahwa ajaran
Islam meliputi dua aspek, yaitu: aspek lahir (syari’at) dan aspek batin
(hakikat). Syari’at dan hakikat harus dipandang dan diamalkan sebagai satu
kesatuan. Syekh Yusuf menggaris bawahi bahwa proses ini tidak akan mengambil
bentuk kesatuan wujud antara manusia dengan tuhan.[12]
Kalau
ajarannya ialah untuk memudahkan pembahasan mengenai ajaran-ajaran Hamzah
Fansuri di kelompok sebagai berikut:
1)
Wujud
menurut Hamzah Fansuri, hanyalah satu.
2)
Allah
menurut Hamzah Fansuri, dzat yang mutlak dan qadim.
3)
Penciptaan,
sebenarnya hakikat dari Allah itu adalah dzat yang mutlak dan La ta’ayyun.
4)
Manusia,
yaitu tingkat penjelmaan yang paling penuh dan sempurna dari dzat yang mutlak.
5)
Kelepasan,
yaitu aliran/pancaran langsung dari dzat yang mutlak.
D. Pengaruh
dan Pengalaman Tasawuf Di Indonesia
Beberapa
orang tokoh di Indonesia, uraian ringkas itu telah menggambarkan paham dan
usaha-usaha di masa lalu di dalam berbagai lapangan dan keahlian masing-masing
dan semuanya ini tentu saja akan meninggalkan kesan dan pengaruh, baik secara
langsung maupun sementara dalam waktu yang relatif singkat.
Ajaran
tasawuf pada kemudiannya adalah berhubungan erat dengan tarikat. Di Indonesia
tarikat-tarikat yang telah berkembang dan memiliki pengaruh ialah seperti,
Tarikat Qadariyah, Naqsabandiyah,
Syattariyah, Saziliyah, Khai Awatiyah dan sebagainya.
Jauh
sebelum ajaran islam menyentuh bumi Indonesia, di kalangan masyarakat
sebenarnya telah tumbuh dan berkembang sikap hidup kerohanian yang selalu
mendambakan diri kepada sesuatu yang maha ghaib, telah bersemi, dan mendarah
daging dalam diri setiap bangsa Indonesia.
Dalam
keadaan dan kondisi sikap mental seperti ini, ajaran islam pun datang bersama
dengan paham tasawufnya yang kemudian berkembang menjadi ajaran tarikat.
Sumber
yang dijadikan dalam pengembangan kesusastraan Jawa baru ini ialah kitab-kitab
kuno yang diubah ke dalam bahasa dan syair jawa baru. Unsur-unsur keislaman
kemudian diubah ke dalam bahasa alam pikiran Jawa serta di padukan dengan alam pikiran Jawa.
Masyarakat jawa mulai menyenangi tasawuf sejak masa kewalian.
Walisongo
dalam usahanya mengembangkan Islam, telah banyak menggunakan adat istiadat,
tradisi, dan kebudayaan yang berkembang di tengah masyarakat.[13]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
sejarah perkembangan tasawuf di Indonesia, sejak berdirinya kerajaan islam
pasai, kawasan Pasai menjadi titik sentral penyiaran agama Islam ke berbagai daerah di Sumatra dan
pesisir utara pulau Jawa. Penyebaran Islam ke pulau Jawa, juga berasal dari
kerajaan Pasai, terutama atas jasa Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, dan
Ibrahim Asmoro yang ketiganya adalah Abituren Pasai. Perkembangan Islam di Jawa
selanjutnya digerakkan oleh Wali Sanga atau Wali Sembilan. Para wali bukan saja
berperan sebagai penyiar islam, melainkan mereka juga ikut berperan kuat pada
pusat kekuasaan kesultanan. Semenjak penyiaran Islam di Jawa di ambil alih oleh
kerabat elite keraton, secara perlahan-lahan terjadi proses akulturasi sufisme
dengan kepercayaan lama dan tradisi lokal, yang berakibat bergesernya nilai
keislaman sufisme karena tergantikan oleh model spiritualis nonreligius.
Selanjutnya,
dalam aliran tasawuf di Indonesia proses tranformasi ilmu keislaman dilakukan
secara “sorongan” yang kemudian
meningkat dengan cara “bandongan” dan
”wetonan”. Dari embrio model ini
kemudian bermunculan model pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren dan
tarekat sebagai lembaga tasawuf. Semakin kuatnya pengaruh Mazhab Syafi’i, maka
sufisme yang dipelajari di pesantren adalah tasawuf Sunni yang bersumber dari tasawuf Al-Ghazali.
Tokoh-tokoh
tasawuf di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Hamzah
Al-Fansuri
2.
Nuruddin
Ar-Raniri
3.
Syekh
Abdur Rauf As-Sinkili
4.
Syekh
Yusuf Al-Makasari
Dan
kemudian dalam pengaruh dan pengalaman tasawuf di Indonesia, Beberapa orang
tokoh di Indonesia, uraian ringkas itu telah menggambarkan paham dan
usaha-usaha di masa lalu di dalam berbagai lapangan dan keahlian masing-masing
dan semuanya ini tentu saja akan meninggalkan kesan dan pengaruh, baik secara
langsung maupun sementara dalam waktu yang relatif singkat.
Ajaran
tasawuf pada kemudiannya adalah berhubungan erat dengan tarikat. Di Indonesia
tarikat-tarikat yang telah berkembang dan memiliki pengaruh ialah seperti,
Tarikat Qadariyah, Naqsabandiyah,
Syattariyah, Saziliyah, Khai Awatiyah dan sebagainya.
B. Saran
Apabila
penyusunan makalah ini ada yang kurang berkenan dihati pembaca, kami selaku
pemakalah meminta maaf dan semoga ada kritik dan saran yang bermanfaat.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution, Ahmad Bangun.
Akhlak Tasawuf/Pengenalan, Pemahaman,
dan Pengapliakasiannya. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Anwar,
Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung:
Pustaka Setia, 2010.
Ni’am
Syamsun. Tasawuf Studies: Pengantar
Belajar Tasawuf. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 201
[1] Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), hlm. 60.
[2] Syamsun Ni’am, Tasawuf Studies/Pengantar Belajar Tasawuf,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 114.
[3] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 338.
[4] Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), hlm.61.
[5] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 339.
[6] Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), hlm. 63.
[7]Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), hlm. 65.
[8].Ibid. Hlm. 65.
[9] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 345.
[10]Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), hlm. 67.
[11] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 348.
[12] Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), hlm. 68.
[13] Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 71.
Komentar
Posting Komentar